Rintik gerimis di teras. Suara kodok yang jarang sekali terdengar. Nyanyian jangkrik yang indah. Suara-suara alam itu saling bersahutan. Menjawab satu sama lain. Membentuk irama yang merdu dan serasi.
Nyanyian alam itu begitu indah. Tak perlu tamborin dan terompet. Tak butuh gong dan seruling. Hanya perlu tempat untuk mewujudkan.
Bagaimana kalau tempat itu tidak ada kelak? Jika seluruh hutan ditebang, di mana lagi para jangkrik mau menyanyi? Di mana lagi tempat kodok bersenandung?
Terima kasih, Tuhan. Telah memberikanku kesempatan untuk mendengarnya. Untuk menikmatinya. Untuk meresapinya. Untuk ikut mengalir di dalamnya.
Derapan jariku memijit tombol keyboard ini kini telah menjadi bagian di dalamnya. Aku telah menjadi bagian dari suara alam. Membuat keagungan-Mu lebih terasa.
Tak ada yang bisa kulakukan kini. Aku masuk kamar lalu berdoa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yang Terlarang
Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...
-
Tepat kata itu. Tepat pilihan kata itu. Sungguh memikat hati. Dua memang selalu membingungkan. Bahkan lebih baik dibuat tiga sekalian. Agar ...
-
Malam ini udara tidak sedingin biasanya di kota Bandung. Akhir-akhir ini Bandung memang panas. Aku berjalan menyusuri jalanan kota Bandung. ...
-
Malam berurung siang. Menolak siapa punya bertahta. Yang tak hingga tak digenggam jua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar