Rintik gerimis di teras. Suara kodok yang jarang sekali terdengar. Nyanyian jangkrik yang indah. Suara-suara alam itu saling bersahutan. Menjawab satu sama lain. Membentuk irama yang merdu dan serasi.
Nyanyian alam itu begitu indah. Tak perlu tamborin dan terompet. Tak butuh gong dan seruling. Hanya perlu tempat untuk mewujudkan.
Bagaimana kalau tempat itu tidak ada kelak? Jika seluruh hutan ditebang, di mana lagi para jangkrik mau menyanyi? Di mana lagi tempat kodok bersenandung?
Terima kasih, Tuhan. Telah memberikanku kesempatan untuk mendengarnya. Untuk menikmatinya. Untuk meresapinya. Untuk ikut mengalir di dalamnya.
Derapan jariku memijit tombol keyboard ini kini telah menjadi bagian di dalamnya. Aku telah menjadi bagian dari suara alam. Membuat keagungan-Mu lebih terasa.
Tak ada yang bisa kulakukan kini. Aku masuk kamar lalu berdoa.
Rabu, 07 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yang Terlarang
Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...
-
Orang nomor satu Indonesia yang pertama berasal dari sini. Tumbuh. Lalu berkembang, sehingga menjadi "hebat". Aku juga akan menakl...
-
Kenapa segalanya jadi begini? Sedalam lautan mengemis cinta, yang kudapat hanyalah derita. Sia-siakah segala usaha selama ini? Untuk yang sa...
-
Aku hanya tinggal memiliki satu orang kakek dan satu orang nenek. Keduanya adalah orang tua ayahku. Keduanya juga sudah sakit-sakitan. Aku r...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar