Aku terbang. Bebas sekali rasanya. Seperti seorang napi yang baru keluar dari penjaranya.
Ku melayang setinggi-tingginya. Sangat jauh. Ke tempat yang tak terjangkau. Aku bahkan lupa di mana jalan pulang. Namun aku tak peduli. Yang kupikirkan hanyalah kesenangan.
Ah, aku yang bodoh. Itu hanyalah kesenangan semu. Bagaimana caraku pulang? Bagaimana aku melanjutkan perjalanan? Bagaimana aku bisa mendapatkan makanan? Bagaimana aku bertahan?
Sayapku pun lelah. Terlalu lelah. Keduanya lumpuh. Tak berdaya. Habis sudah segalanya. Percuma sudah jerih payahku untuk ini. Aku tidak bisa terbang lagi, selamanya.
Aku mendarat. Tak tahu harus apa. Terbang sudah tak mampu, jalan pun tak kuat. Yang ku bisa hanyalah meratap. Bodoh.
Sayapku hancur. Berkeping-keping.
Aku coba untuk terbang lagi. Satu meter. Dua meter. Nyaris tiga...
Brak! Ternyata aku jatuh. Tentu saja. Bodoh.
Hanya ini saja yang utuh. Sayapku yang sudah luluh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yang Terlarang
Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...
-
Tepat kata itu. Tepat pilihan kata itu. Sungguh memikat hati. Dua memang selalu membingungkan. Bahkan lebih baik dibuat tiga sekalian. Agar ...
-
Malam ini udara tidak sedingin biasanya di kota Bandung. Akhir-akhir ini Bandung memang panas. Aku berjalan menyusuri jalanan kota Bandung. ...
-
Malam berurung siang. Menolak siapa punya bertahta. Yang tak hingga tak digenggam jua.
1 komentar:
terbang dan jatuh
sebuah pencapaian yang luar biasa...
dibanding jalan dan jatuh...
hahahaha
Mantaf.....
Posting Komentar