Rabu, 28 Mei 2008

Kisah Manusia yang Terdampar


Tak ada yang tahu kapan kisah ini terjadi, dan karena apa. Tapi kisah ini bermula ketika seorang manusia terdampar di sebuah pantai yang luas. Sendirian.

Manusia itu lelaki. Ia sangat suka pantai, tapi ia tidak suka terdampar di atasnya.

Ia bingung akan apa yang harus ia lakukan.
Pertolongan tak kunjung datang, dan ia tak suka menunggu. Ia menjadi semakin tak suka terdampar di pantai. Lama-lama aku bisa tidak suka pantai juga, pikirnya.

Seketika ia merasakan dahaga yang teramat sangat. Ia butuh air. Sangat butuh. Di pantai hanya ada air laut, dan ia tak mungkin meminum air laut.

Aku bisa mati kehausan.

Ia hanya bisa pasrah pada akhirnya. Padahal dulu ia adalah lelaki yang sangat tangguh. Pasrah tak pernah ada dalam kamusnya. Tapi untuk saat ini tidak ada pilihan lain. Ia harus menyusun ulang kamus buatannya.

Lelaki itu berbaring di hamparan pasir putih itu. Bersiap-siap mati dalam sikap terhormat. Lebih baik begini, pikirnya. Aku akan tertidur pulas dan ketika terbangun aku sudah mati. Jadi aku tak perlu merasakan sakitnya mati.

Sial untuknya. Sinar matahari yang terlalu terik membuat lelaki itu sulit untuk tertidur. Aku butuh pohon untuk berlindung dari sinar matahari yang brengsek ini. Di pantai hanya ada pohon kelapa. Ah, daunnya terlalu sedikit.

Kenapa Tuhan malah menciptakan pohon kelapa di sini? Bukankah lebih baik Ia menciptakan pohon yang lebih rindang macam pohon mangga? Agar buahnya dapat kujadikan rujak sekalian?

Lelaki itu termenung cukup lama. Sambil menyesali keputusan Tuhan tentang pohon kelapa itu. Ya, itu memang benar-benar pohon kelapa.

Pohon kelapa. Ah. Tidak, Kaulah yang benar. Sungguh tepat Kau tempatkan pohon kelapa itu di sini. Daripada pohon mangga, aku tidak bisa membuat rujak. Dan kautahu itu, Tuhan.

Ini pastilah keajaiban. Setidaknya lelaki itu tidak jadi mati dalam dahaga. Mungkin ia akan mati kelaparan, dan menurutnya itu lebih baik.

Lelaki itu memanjat pohon kelapa itu dengan lincah. Dan mendapatkan buahnya. Puas bukan main melihat ia mampu mengambil lima buah kelapa yang ada di sana.

Aku tidak jadi mati. Akan kutenggak airnya sebanyak-banyaknya, aku sangat haus sekarang.

Lagi-lagi sial untuknya. Ia tak sadar bahwa kulit kelapa begitu keras.

Untuk apa Kau ciptakan pohon kelapa di sini jika Kau tak memberiku sebilah golok untuk membukanya? Haruskah kugunakan gigiku?

Si lelaki pun benar-benar tertunduk sekarang. Di sebuah tempat yang hanya ada pasir dan batu. Daratan dan lautan. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menembus kulit kelapa itu yang tebalnya paling hanya lima senti.

Lima senti yang berharga. Lima senti yang merupakan penentuan hidup atau mati.

Akhirnya si lelaki itu menyerah pada segalanya. Telah ia coba mulai dari batu karang sampai kuku-kukunya. Tak ada pengaruhnya. Justru kuku-kukunya yang patah. Dan rasa dahaganya tidak berkurang sama sekali. Malah bertambah di setiap sekon yang terasa sangat lambat.

Akhirnya, berakhirlah hidup lelaki itu. Karena ia tak mampu menembus kulit kelapa setebal lima senti itu. Karena lima senti itu.

Hidupmu juga bisa setipis lima senti. Kau harus berhati-hati karenanya.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ei, ni karya lo lg?
5 cm, kayak judul novel!

gw baru nyadar, 613 selain kalo digabungin jadi inisial nama lo, pas tiga angka itu dijumlahin jadi angka kesukaan lo,,,

10

angka itu juga merupakan angka
tertinggi sari 1 ampe 10

Semoga orang ini, dapat mengguncang dunia di masa yang akan datang! seperti orang-orang pemakai angka 10 lainnya!

"God always with u"

Ghazi Binarandi mengatakan...

emang nomor kesukaan gw 10, pe? kpn gw ngomong yah?

Anonim mengatakan...

O, nggak ya?
sorry2 salah informasi kalo gitu!
hahaha...!
kapan ni maen futs lg?
katanya pada mau jalan2 ke ancol yo?

Yang Terlarang

Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...