Minggu, 22 Juni 2008
Kereta Api dan Takdir
Kereta api adalah kendaraan unik. Dia tidak bisa jalan seenaknya. Dia terikat pada arah yang ditentukan oleh relnya.
Dari dulu aku suka kereta api. Menaikinya serasa jadi pengelana yang mau berpergian jauh. Entah ke mana, mungkin ke negeri antah berantah.
Sayang nasib kereta api dewasa ini tak terlalu baik. Seakan-akan menghilang ditelan peradaban yang memberi terlalu banyak ruang untuk berkembangnya alat transportasi lain seperti mobil, pesawat terbang, dan motor. Padahal kereta api adalah kendaraan paling merakyat. Sekali jalan, dia bisa mengangkut ribuan orang. Gerbongnya pun bisa dibuat jadi banyak. Tapi ada satu kelemahan kereta api yang mengganjalnya untuk bersaing lebih ketat dengan pesawat terbang dan kapal laut. Dan kelemahan ini adalah faktor utama penyebab tersingkirnya kereta api dalam kompetisi ini.
Kelemahan kereta api adalah dia tidak bisa menghasilkan banyak uang.
****
Dulu stasiun selalu penuh sesak. Sekarang keadaannya bagaikan orang lagi terdesak.
Banyak yang ingin kutanyakan tentang stasiun ini. Mengapa catnya hijau? Mengapa orang-orang hanya makan di restoran Jepang dan toko donat yang itu-itu saja? Mengapa kalau Lebaran tiba orang-orang jadi banyak yang datang?
Tapi tidak kutanyakan. Bukannya tidak mau, tapi kepada siapa aku harus menanyakannya?
****
"Aku mau pergi ke tempat yang jika aku pergi ke sana aku tidak akan bisa kembali lagi," ujarku pada penjaga loket.
Si penjaga loket terdiam sejenak. "Maksud adik?"
"Aku ingin ke Negeri Senja."
Orang-orang di sekitarku menertawaiku terbahak-bahak. Aku senang-senang saja. Berarti lawakanku dianggap lucu.
"Maaf. Tapi aku tidak jadi ke Negeri Senja karena stasiunnya bukan di sini. Aku ingin membeli tiket ke Bali saja."
"Tapi kita tidak menjual tiket untuk ke Bali, dik."
"Kenapa begitu?"
"Karena Bali dan Jakarta dipisahkan oleh laut yang membentang luas. Kereta api tidak bisa melewati laut."
"Omong kosong. Di Jepang ada kereta api yang melewati bawah laut. Aku baca itu di buku."
Si penjaga loket terdiam lagi, lalu menghembuskan sebuah napas berat. "Mungkin orang-orang Jepang mampu membuat yang seperti itu. Tapi sampai saat ini kereta api di Indonesia belum bisa seperti itu."
Dan aku pun terdiam. Bingung ingin menyalahkan siapa. Orang Jepang yang sudah terlampau pintar, orang Indonesia yang tidak berusaha untuk menjadi sepintar orang Jepang, atau si penjaga loket yang tidak membantuku berpikir.
****
Kereta api memang membutuhkan rel untuk bisa terus jalan. Dan kadang relnya tidak mencapai ke tempat-tempat yang ingin kita jangkau, sehingga kita harus mengubur impian kita untuk pergi ke tempat-tempat tersebut dengan kereta api.
Rel kereta api bagaikan takdir. Dan kereta apinya adalah usaha. Tujuan tidak bisa digapai jika relnya belum dibuat. Dan jika relnya sudah jadi, itu akan menjadi percuma kalau kereta apinya tidak memadai.
Manusia memang harus selalu berjuang untuk menggapai segala apa yang mereka cita-citakan, tapi kadang takdir berkata lain. Sehingga nasib mereka pun menjadi berbeda dari yang ada di impian.
Makanya cobalah untuk pasrah dalam segala keadaan.
Karena tak semua yang kita mau bakal terwujud jadi nyata.
****
Makanya aku bilang kereta api adalah kendaraan unik. Tidak ada duanya. Dan mungkin saja lima puluh tahun lagi kendaraan tersebut akan punah.
Koran hari itu menunjukkan bahwa harga terbang dengan salah satu maskapai penerbangan milik negara tetangga dari Medan ke negeri jiran hanya Rp. 3.000,00 saja. Entah benar atau ada unsur penipuan di dalamnya. Yang jelas jika informasi ini benar harga tiket pesawat terbang lintas negara menjadi sama saja dengan ongkos naik ojek dengan jarak paling jauh 500 meter saja.
Pantas saja. Kereta api tidak segila itu dan tampaknya tidak akan pernah. Dia bahkan tak pernah memasang iklan di koran, bukannya tak mau, tapi tak sanggup. Kasihan benar si kumpulan gerbong yang unik.
Kereta api adalah usaha, dengan relnya sebagai takdir. Mungkin sudah takdir kereta api untuk kalah bersaing dengan pesawat terbang kini, namun tidak untuk mundur sepenuhnya. Kereta api masih bisa bangkit, dan bergelut kembali dalam kompetisi memperebutkan tahta alat transportasi yang paling diminati.
Layaknya takdirku untuk berpikir kembali akan segalanya. Tentang dia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yang Terlarang
Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...
-
Tepat kata itu. Tepat pilihan kata itu. Sungguh memikat hati. Dua memang selalu membingungkan. Bahkan lebih baik dibuat tiga sekalian. Agar ...
-
Malam ini udara tidak sedingin biasanya di kota Bandung. Akhir-akhir ini Bandung memang panas. Aku berjalan menyusuri jalanan kota Bandung. ...
-
Malam berurung siang. Menolak siapa punya bertahta. Yang tak hingga tak digenggam jua.
2 komentar:
ah, ujung-ujungnya "dia" lagi
hahaha
Kereta api adalah usaha, dengan relnya sebagai takdir.
"Mmm...!?, pantaskah aku ke sana? apakah disana jalan hidupku selanjutnya? ku harus sabar menunggu ketidakpastian di dalam kereta ini, apakah aku akan selamat di dalamnya? Sudah empat tiket yang kubeli untukku, dua tidak sampai, satu sebentar lagi, dan satu lagi ku kan berangkat minggu depan. Kan ku tunggu kembali 1 bulan untuk mendapatkan kepastianku. Sudah banyak temanku yang telah mendapatkan kepastian mereka tapi aku tak tau apakah itu memang terbaik untuk mereka"
Semua memang rahasia-Mu
Do'akan aku
Posting Komentar