Pagi selalu diisi dengan suara-suara dari burung yang berkicau. Menyanyi dengan indahnya, walau tak seorangpun tahu apa liriknya. Mengeluarkan senandung termerdu, lebih dari biduan manapun yang pernah ada di dunia ini. Jika ada kontes menyanyi dari seluruh makhluk Tuhan, aku yakin burung akan menjadi pemenangnya. Mutlak.
Mengawali harus dengan sesuatu yang baik. Karena awal biasanya menjadi kunci untuk seterusnya. Manusia cenderung lembam. Oleh karena itu, awal haruslah seagung mungkin. Dilakukan sambil berharap akhir bakal mengikuti, atau malah melebihi.
Tuhan menciptakan pagi bukan tanpa alasan. Tuhan membuat pagi bukan hanya untuk dilewati begitu saja. Di antara setiap waktu yang diciptakan-Nya, aku paling menikmati pagi.
Pagi memberi semangat untuk memulai, karena pagi adalah saat yang pas untuk mulai membuka mata. Pagi adalah saat yang cocok untuk mulai menggerakkan badan, menjemur diri di tengah siraman sinar matahari yang katanya punya banyak khasiat. Pagi juga merupakan saat yang tepat untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya. Udara segar bakal kaudapatkan, setelah kehidupan sempat berhenti sepanjang malam untuk alasan yang katanya dinamakan istirahat.
Pagi adalah awal. Terlebih lagi, pagi adalah awal yang sempurna. Namun, sayangnya, pagi sering diacuhkan.
Sungguh malang bagi mereka yang mengacuhkan pagi.
*
Di suatu pagi, aku sudah siap mengawali hari. Baru membuka mata, sudah terbayang satu bayangan di kepalaku. Dia. Tapi itu hanya ada di kepalaku. Entahlah. Apakah suatu saat nanti, dia bakal benar-benar mengisi pagiku sambil mengamatiku terbangun dari lelapku dengan gigi bertabur jigong dan mata berhias kotoran mata—keadaan paling berantakkan dari yang mungkin kutampakkan—atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar