Sudah menjadi kodrat dari setiap manusia untuk berpikir. Oleh karena aku juga manusia maka sudah seharusnya jika aku juga berpikir.
Hari-hariku akhir-akhir ini membawaku kepada kebosanan yang teramat sangat. Libur yang sangat panjang ternyata juga berarti hilangnya sebuah rutinitas yang biasa kujalani sehari-hari, yang pada awalnya juga kuanggap sebagai sebuah kegiatan konstan yang dapat membunuhku secara perlahan-lahan dalam kebosanan. Kini setelah lepas dari rutinitas yang membosankan itu ternyata aku justru merasakan kebosanan dalam bentuk yang lain. Liburan panjang kali ini membuatku miskin inspirasi.
Hari ini juga sama. Aku seperti mencari-cari kegiatan untuk dilakukan tapi tidak menemukan sesuatu yang benar-benar menarik. Hingga akhirnya tersirat sebuah pertanyaan yang ingin sekali kudengar jawabannya: apakah hidup manusia memang selalu berada di dekat kebosanan?
Tapi aku bukan tipe orang yang menyerah pada keadaan begitu saja. Selama masih ada fasilitas yang dapat kugunakan untuk menciptakan kreasi, aku tetap akan berjuang terus untuk menciptakan warna-warna baru dalam hidupku. Warna-warna yang akan selalu menghiasi hidupku dengan kebahagiaan. Warna-warna yang akan membantuku menemukan jawaban akan kehidupan yang sejati.
****
Aku coba mulai dengan mengevaluasi hidupku yang sudah berlangsung lumayan lama ini. Dimulai dari saat pertama kali aku berkenalan dengan apa yang membuat setiap manusia punya arti hidup, yaitu impian.
Aku ingat impian pertamaku adalah menjadi seorang pembalap mobil. Rasanya siapapun yang menjadi pembalap mobil akan terlihat gagah. Tak peduli jika wajahmu sangat jelek sekalipun, karena kau akan memakai helm yang akan menutupinya. Belum lagi kau akan memakai seragam dengan banyak iklan dari sponsor (entah kenapa aku selalu menganggap iklan menambah daya tarik dari baju si pembalap), walau sekarang aku tak bisa membayangkan kegerahan yang dirasakan si pembalap dalam baju ekstratebal itu, pasti keringat deras sudah membanjiri baju dalam mereka.
Setelah lepas dari impian pertamaku, aku mulai mencari impian-impianku yang lain. Presiden, pembalap motor, komikus, penulis, dan superhero. Seringkali aku berganti-ganti impian kala itu, sebanyak aku berganti-ganti acara televisi yang kutonton. Tapi aku tidak pernah sama sekali berkeinginan menjadi dokter. Apa menariknya menggeluti suatu profesi yang semua orang menginginkannya?
Aku melewati masa kecilku senormal yang kuinginkan. Aku sekolah di sebuah SD negeri yang fasiltasnya selalu pas-pasan. Berteman dengan anak penjaga warung, anak supir taksi, anak tukang becak, keponakan seorang narapidana, dan masih banyak lagi macamnya. Walau kadang ada juga yang mengaku bahwa dia adalah anak seorang direktur, entah itu benar atau tidak yang jelas pada saat itu aku ragu. Tapi aku tak peduli akan semua itu. Yang penting aku nyaman berteman dengan mereka lalu apa masalahnya? Pentingkah aku menanyakan status sosial mereka satu per satu saat berkenalan? Tentu saja tidak.
Selama SD aku belum bisa mengatur hidupku dengan sebaik-baiknya. Kehidupanku masih dibimbing sepenuhnya oleh kedua orang tuaku. Jika mereka suruh aku belajar maka yang kulakukan pada menit berikutnya adalah belajar. Jika mereka suruh aku makan maka yang kulakukan di menit berikutnya adalah makan. Mungkin pada saat itu aku seperti robot yang punya hati.
Di SD negeri tempatku bersekolah kau akan menemukan berbagai macam guru. Mereka akan mengajarkan kita lagu Hymne Guru untuk menunjukkan kekuasaan mereka di kelas dan betapa berjasanya mereka. Seorang guru mengajarkan sebuah lagu untuk menyanjung guru?
Aku bisa dibilang berprestasi cukup baik selama masih SD. Aku selalu berhasil meraih peringkat tiga besar dalam kelas. Walau saat kelas satu dan kelas dua aku tidak pernah berhasil sekalipun untuk menjadi yang pertama. Sedikit membuatku putus asa saat itu karena aku selalu kalah peringkat dari anak seorang guru. Hingga akhirnya aku mampu meraihnya di kelas tiga.
Mungkin prestasiku yang cukup baik ini yang membuatku selalu ingin punya pendapat sendiri. Dan hasilnya aku menjadi sedikit pemberontak di kelas. Aku pernah berdebat yang sangat panjang dengan seorang guru dan baru bisa dihentikan oleh bel pertanda kelas selesai hanya karena merasa tak setuju dengan jawaban yang beliau berikan. Aku pernah merasa lebih pintar dari salah seorang guru padahal ketika itu aku baru kelas lima SD! Tapi bagaimanapun juga aku tak pernah sampai ke arah yang terlalu melenceng, paling tidak prestasiku di sekolah selalu kujaga.
Dari SD lanjut ke SMP. SMP-ku berbeda jauh dengan SD-ku. Kini aku bersekolah di sebuah SMP swasta yang berlabel Islam. Menanamkan banyak dasar-dasar agama dalam kehidupanku. Tapi aku tak pernah jadi terlalu fanatik. Hanya saja prestasiku di SMP sangatlah labil. Aku tidak bisa menjaga prestasiku seperti ketika di SD. Sifat pemberontak yang sudah ada pada diriku timbul lagi bahkan semakin menjadi-jadi. Tapi akhirnya aku bisa lulus dengan cukup baik.
Aku belum mau berhenti sekolah, atau tepatnya aku tidak akan diizinkan oleh kedua orang tuaku untuk berhenti sekolah. Jadilah aku melanjutkan pendidikanku ke jenjang SMA, masih dalam label yang sama: swasta Islam.
Di SMA aku mulai belajar untuk berpacu pada target. Dan ternyata ini sangat berat. Bukan main perjuanganku untuk mencapai target masuk jurusan IPA saat itu. Bahkan tadinya kukira targetku tak akan tercapai lantaran nilai fisikaku yang tak memenuhi syarat. Dan entah keajaiban apa yang menyelamatkanku, nilai fisikaku disulap menjadi naik beberapa poin. Akhirnya target pertama tercapai.
Akhirnya tiga tahun juga sudah terlewati lagi. Dan aku lulus kembali. Meninggalkan masa SMA yang penuh dengan kesusahpayahan, kesedihan, kebahagiaan, penderitaan, pengharapan, dan cinta. Tiga tahun yang merupakan awal perkenalanku dengan seseorang yang membuat hidupku terjungkir-balik. Yang jelas tiga tahun ini adalah tiga tahun yang paling berkesan untukku sampai saat ini. Entah bagaimana dengan tahun-tahun berikutnya.
****
Hari ini aku berniat mandi di kamar mandi milik orang tuaku. Suatu hal yang biasa akhir-akhir ini mengingat aku mulai menyadari kamar mandi di sana lebih besar dan lebih nyaman, walau aku lebih suka desain kamar mandiku sendiri.
Tapi aku tidak jadi mandi di sana setelah melihat seekor kecoak tergeletak terlentang di sana. Mati.
Aku baru ingat pagi tadi adalah jadwal penyemprotan untuk memberantas nyamuk demam berdarah. Dan sasarannya tidak selalu tepat. Kadang kecoak juga ikut mati walau ia bukan sasaran sebenarnya.
Akhirnya aku mandi di kamar mandiku sendiri. Mungkin sudah seharusnya begitu. Sebenarnya aku bisa saja mengambil bangkai kecoak tersebut dan membuangnya ke tempat sampah, lalu aku bisa mandi dengan tenang. Hanya saja aku malas melakukannya. Dan akhirnya aku terpaksa untuk mengganti niatku.
Seekor kecoak mati ternyata bisa merubah kehidupanku, secuil kehidupanku, tapi kecoak itu tetap punya arti dalam hidupku.
Hal sekecil apapun bisa saja terjadi dalam hidupmu, dan yang mana saja bisa merubah hidupmu. Hidup ini kan tak selalu konstan.
Aku masih berpikir. Memikirkan segalanya, untuk mencoba mencari jawaban. Dan jika saat ini ada orang yang datang padaku dan bertanya, "Sedang di mana kamu? Sedang apa?", aku akan langsung menjawab dengan tegas, "Aku masih di sini, masih terdiam sambil memikirkan jawaban dari pertanyaan yang itu-itu saja."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yang Terlarang
Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...
-
Tepat kata itu. Tepat pilihan kata itu. Sungguh memikat hati. Dua memang selalu membingungkan. Bahkan lebih baik dibuat tiga sekalian. Agar ...
-
Malam ini udara tidak sedingin biasanya di kota Bandung. Akhir-akhir ini Bandung memang panas. Aku berjalan menyusuri jalanan kota Bandung. ...
-
Malam berurung siang. Menolak siapa punya bertahta. Yang tak hingga tak digenggam jua.
3 komentar:
seperti batu kerikil di jalan...
mungkin tak ada apa-apanya.. namun batu tersebut bisa saja merubah arah hidup kita...
hidup hanya untuk bertanya hal yg itu-itu saja...
dan ingat jawaban nya bisa saja berbeda-beda
77 MIG (males Login)
"Tapi aku tidak pernah sama sekali berkeinginan menjadi dokter."
jadi waktu itu bo ong,
dari SD uda jago debat toh, knapa ga jadi politikus aja gaz? ga b'minat?
impian gw apa ya? mungkin menyenangkan ortu, klo ga punya impian, MATI.
keabisan ide?
pantes,
ko baasa kiasannya rada kurang, critanya kaya cerita keseharian, waktu itu pernah bilang ga bakal nulis yang kayak gitu,
tapi kalo lo yang nulis apa aja pasti TeOPe,
yakin klo ada yang nanya bakal di jawab?
lanjutkan karyamu
gapai cita2mu
hilangkan waktu dari kekosonganmu
salam,
pembaca so'taw
bahasa kiasannya agak kurang kan bukan brarti kehabisan ide. cuma gw punya konsep baru buat blog gw: LITERARY DIARY. emang ngelanggar perkataan gw waktu itu tapi tujuan awal pembuatan blog ternyata emng buat jadi web diary. jadi gtu. mungkin sesekali gw selingin ama label sastra lagi.
Posting Komentar