Hari ini datang lagi, pastilah kusambut. Aku bagaikan kesurupan karenanya.
Detak jantung yang tak secepat cahaya, kedipan mata yang tak setangkas sayap lalat. Tatapan mata yang tak setajam milik elang, terlebih lagi aku harus menggunakan alat bantu berupa kaca mata. Selalu saja ada yang lebih tinggi, tapi ia tak selalu di atas.
Pendengaran yang hanya bisa digunakan dengan berkonsentrasi penuh, jika tidak suaramu akan kalah dengan derum mesin komputer ini.
Ah, selalu saja ada yang lebih.
Hari ini datang lagi. Jadwalnya memang hari ini.
Pagi datang membawa sisa-sisa angin malam yang menusuk paru-paru. Membuat siapapun akan menggigil kedinginan karenanya. Angin malam yang angkuh, ia seolah berkata, "Wahai manusia, kalian bukanlah beruang kutub."
Aku bertanya pada alam dan berharap ada yang menjawab.
Aku bertanya pada alam, penting sekali karena aku benar-benar bertanya.
Pertanda-pertanda menyiratkan jawaban, tapi tidak untuk yang bodoh. Untuk menemukan jawabannya, aku harus jadi pintar terlebih dahulu. Dan aku seharusnya adalah makhluk yang pintar. Setidaknya jika dibandingkan dengan tapir atau onta.
Alam telah berbicara. Mereka telah menunjukkan pertanda-pertanda milik keagungan-Nya.
"Masihkah kalian mau sombong?"
Senin, 25 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Yang Terlarang
Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...
-
Tepat kata itu. Tepat pilihan kata itu. Sungguh memikat hati. Dua memang selalu membingungkan. Bahkan lebih baik dibuat tiga sekalian. Agar ...
-
Malam ini udara tidak sedingin biasanya di kota Bandung. Akhir-akhir ini Bandung memang panas. Aku berjalan menyusuri jalanan kota Bandung. ...
-
Malam berurung siang. Menolak siapa punya bertahta. Yang tak hingga tak digenggam jua.
1 komentar:
dudeeee, tulisaan lo kereen
Posting Komentar