Seharusnya, asumsi muncul karena keterbatasan daya jangkau. Namun, muncul kecenderungan ganjil: manusia seakan hebat jika mampu membuat asumsi.
Kala asumsi dibuat, kekosongan akan ilmu yang tadinya bolong-bolong seakan terisi. Membuat yang seharusnya nihil menjadi tak muskil.
Sekarang, manusia itu seakan tahu segalanya.
Tapi, tahu segalanya belum tentu lebih baik. Karena bagaimanapun juga, asumsi tetaplah lahir dari ketidaktahuan: asalnya hanya dari sebuah ketiadaan. Kelemahan coba disulap menjadi sebuah kedigdayaan.
Padahal seharusnya manusia lemah ketika terlalu banyak bermain asumsi.
Dan ketika semua hanya diterka-terka, dikira-kira; yang tersisa hanyalah ketidakpastian. Karena yang pasti hanya digenggam oleh Tuhan. Maka, pada genggaman Tuhan itulah hidup kita bergantung. Termasuk tentang perihal cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar