Selasa, 29 April 2008

Papan Catur Kehidupan



Hidupku tak lebih dari sebuah permainan catur. Dengan aku sebagai bidaknya, bukan pemainnya.

Terkadang aku menjadi anak. Membangun pertahanan sempurna. Menjaga kekokohan. Aku seringkali berkorban untuk menjaga sesuatu yang aku sayangi. Dan ketika aku berhasil mencapai batas akhir, aku berubah. Berkembang. Bermetamorfosis menjadi apa saja yang kumau. Dan pada saat itu, aku akan memilih menjadi perdana menteri. Akulah simbol pertumbuhan. Menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu. Aku tidak terlahir dengan sempurna, namun aku tumbuh untuk menjadi sempurna.

Terkadang aku menjadi benteng. Membongkar segala apa yang menghalangi. Mengacuhkan segala apa yang menghadang. Membuka jalan untuk yang lain. Agar mereka bisa bertahan. Hidup.

Terkadang aku menjadi kuda. Jalanku aneh. Tapi aku lebih suka dikatakan unik. Aku berbeda. Aku bisa melewati segala macam rintangan dengan mudah. Namun jalanku yang berbeda ini membuatku sulit mengatur langkahku. Sehingga seringkali aku tersesat dan terjebak.

Terkadang aku menjadi gajah. Mencari celah. Menusuk. Menjadi mata-mata. Hidup di dalam persembunyian. Penuh kerahasiaan.

Terkadang aku menjadi perdana menteri. Gerakanku sempurna. Semua ruang bisa kujelajahi dengan mudah. Namun aku melakukannya untuk orang lain. Untuk melindungi yang kucintai. Yang harus kujaga. Dan di saat terakhir. Aku harus berkorban untuknya.

Terkadang aku menjadi raja. Aku menjadi yang dicintai. Aku menjadi yang dijaga. Aku menjadi yang dilindungi. Gerakanku amatlah sempit, hanya sepetak demi sepetak. Namun semuanya melindungiku. Karena aku yang memegang kunci.

Bertarung. Bergerak. Dinamis. Aku hanya ingin menang.

Senin, 28 April 2008

Next Destination


Orang nomor satu Indonesia yang pertama berasal dari sini. Tumbuh. Lalu berkembang, sehingga menjadi "hebat".

Aku juga akan menaklukkan tempat ini. Sebentar lagi. Aku yakin aku pasti berhasil. Karena namaku Ghazi, yang berarti The Conqueror dalam bahasa Inggris atau Sang Penakluk dalam bahasa Indonesia. Terserah bahasa ibumu.

Semoga aku berhasil. Doakan aku.

Sabtu, 26 April 2008

A Truth

Selasa, 22 April 2008. Besoknya adalah hari kedua Ujian Nasional untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan kimia. Tetapi aku memilih untuk tidak belajar. Ada alasan yang lebih penting bagiku: An Inconvenient Truth.

Sudah lama aku ingin menyaksikan film dokumenter ini. Tetapi kesempatan itu justru muncul saat aku sedang menghadapi Ujian Nasional. Sedikit sial memang.

Setelah menontonnya aku tidak terlalu terkesan. Ataupun terkejut. Data-data yang disuguhkan Al Gore di film itu sudah sering kulihat. National Geographic, Discovery Channel, atau bahkan Kompas pernah menyajikan data-data yang mirip. Walau tidak sama persis.

"Life on Earth is at an ever-increasing risk of being wiped out by a disaster such as sudden global warming, nuclear war, a genetically engineered virus or other dangers."
- Stephen Hawking.

Kutipan dari Hawking tersebut sangat sejalan dengan apa yang disampaikan Al Gore lewat An Inconvenient Truth-nya. Bumi memang sudah mencapai batas "tak bisa ditoleransi lagi".

"We must leave earth."
- Stephen Hawking.

Hawking bahkan sudah pesimis dengan kondisi bumi saat ini. Beliau berkata jika manusia masih ingin mempertahankan eksistensi spesiesnya maka mereka harus mencari planet baru dan meninggalkan bumi. "Once we spread out into space and establish colonies, our future should be safe," kata beliau.

Entahlah. Apakah beliau benar atau salah. Yang jelas sebagai seorang fisikawan terbesar di dunia, beliau pasti punya perhitungan sendiri kenapa sesuatu harus dilakukan.

Bumi mungkin sudah tak layak lagi ditinggalkan. Tetapi kita masih punya kesempatan berubah. Semuanya tergantung niat yang kita tanamkan. Apakah kita ingin menjadi penyebab kiamat dengan menghancurkan bumi atau tetap tinggal di planet kita ini dengan kondisi yang lebih baik.

"A zebra does not change its spots."
- Al Gore.

Nasib bumi ada di tangan kita selaku hewan terpintar yang ada di sini. Nasib bumi ada di tangan kita selaku makhluk paling berkuasa di sini. Nasib bumi ada di tangan kita selaku manusia yang punya kekuatan untuk berubah dan mengubah. Mari kita berubah. Selamatkan bumi.

Selamat Hari Bumi.


Tulisan yang ditujukan untuk memperingati Hari Bumi, sayangnya tidak bisa diposting tepat pada harinya.

Senin, 21 April 2008

Yang terakhir, sebelum berpisah...

Dulu, aku ingin bisa pergi ke masa depan. Sekarang aku justru ingin kembali ke masa lalu.

Aku tidak sadar. Waktu bergulir sangatlah cepat. Bak air yang mengalir, yang selalu membasahi bibir sungai. Laksana angin yang berhembus, selalu membawa kesejukan atau kegersangan.

Aku yang dulu, aku yang lupa akan masa lalunya. Aku yang tidak sadar akan keterikatannya yang telah terjalin selama tiga tahun ini. Aku yang dulu, aku yang tidak peduli.

Aku yang dulu, aku yang sibuk memikirkan masa depannya. Bermimpi sejuta mimpi. Berangan sejuta impian. Tak mau mencoba kembali ke masa lalu, bahkan untuk sekedar mengenang.

Tiga tahun yang cepat. Tiga tahun yang akan berakhir, sebentar lagi.

Untuk semua kenangan dan ingatan. Untuk semua memori yang terpatri. Untuk semua yang tertanam. Semoga tetap terjaga, rapi, di tempat yang layak. Paling tidak selama masih ada alasan untuk tertawa bersama atau marah bersama. Tak apa, yang penting kita seiring.

Bumi terus berputar
Langit selalu mengitar
Aku 'kan selalu mengejar
Hidup yang mengakar.

Tiga tahun yang cepat. Tiga tahun penuh kenangan. Tetaplah kau di sini.

Ini bukanlah salam perpisahan. Ini adalah pesan untuk tetap satu.


untuk alpus 1 angkatan 30, kalian yang terbaik.

Jumat, 11 April 2008

Sang Pemburu Waktu

Semuanya berlalu begitu cepat
Bagaikan sedang dikejar kilat
Tak kenal kompromi, selalu berdetak
Walaupun hanya sesaat.

Kenapa waktu tak pernah istirahat?
Kelajuannya begitu mengikat,
Membuatku harus terus bergerak.

Akulah sang pemburu waktu,
Mencari keuntungan dari tiap detik.
Akulah yang selalu menunggu,
Bekerja lelah hanya untuk merintih.

Aku yang selalu mengeluh
Berpikir segalanya tak cukup, tak akan pernah cukup.

Akulah sang pemburu waktu
Akulah yang perlu itu.

Kini tiba waktuku untuk sadar,
Dan dia akan tetap bergulir.
Karena dia terikat bukan olehmu.

Kamis, 10 April 2008

Kisah Keset dan Pintu


Hampir tiap cerita selalu diawali dengan kalimat "pada suatu hari". Tapi cerita ini berbeda, karena cerita ini terjadi hampir setiap hari.

Ini adalah kisah sejati tentang keset dan pintu. Dua benda yang selalu terletak berdekatan. Ibarat pasangan sejati yang tak terpisahkan. Yang dipersatukan kodrat. Dan hanya dapat dipisahkan oleh pelanggaran.

Keset adalah keset. Dan pintu adalah pintu. Selamanya begitu, sampai suatu saat ketika mereka menemukan jati diri mereka masing-masing.

Suatu ketika bekatalah keset pada pintu, "Aku iri padamu."

Si pintu kebingungan, "Kenapa? Apa gerangan yang membuatmu iri padaku. Sungguh aku ini sama denganmu. Barang buatan manusia yang diperuntukkan untuk kebutuhan manusia. Tak ada bedanya aku dan kau."

Si keset pun gusar setelah tahu si pintu tidak menyadari perasaan si keset selama ini. "Kau tidak sadar pintu. Aku dan kau berbeda. Engkau terbuat dari kayu kelapa sedangkan aku hanya dari sabutnya. Engkau berharga mahal dan dijual mewah sedangkan aku hanya diemperkan di pinggir jalan. Tak peduli ada yang melihatku untuk membelinya atau tidak. Engkau kokoh dan kuat sedangkan aku lusuh dan cepat rusak. Engkau berdiri sedangkan aku ditaruh dibawah untuk diinjak-injak."

Si pintu hanya tersenyum. Ia baru menyadari kecemburuan si keset yang begitu kekanak-kanakan. Ia tidak menjawab pengaduan kecemburuan si keset karena ia merasa tidak pantas untuk menjawabnya.

Si keset yang merasa diacuhkan pun sontak marah. "Kenapa kau hanya tersenyum?"

Si pintu pun menjawab, "Temanku keset yang selalu kuhormati. Sungguh aku tiada memiliki kewenangan sedikit pun untuk menjawab pengaduanmu itu. Kau lebih pantas menanyakannya kepada para manusia yang membuat kita ini."

Si keset mengeluh, "Para putra Adam itu? Jangan bodoh! Mereka tidak akan mendengarkan kita! Lebih dari itu mereka tidak akan mengacuhkan kita!"

"Lalu untuk apa kau mengeluh? Adakah itu bermanfaat bagimu?" desak si pintu.

Si keset terdiam kehabisan kata-kata. Lalu ia mencoba untuk memberanikan diri berkata, "Aku hanya ingin tahu... kenapa hanya kau yang dapat kenikmatan? Kenapa hanya kau yang dapat kebahagiaan? Kenapa hanya aku yang dibiarkan menderita sendirian?"

"Apakah aku kelihatan bahagia?" tanya si pintu menuntut. "Bukankah akupun sama denganmu? Diam menunggu dibuka, termangu menunggu ditutup. Aku berkuasa bukan karena kehendakku. Terkadang aku bisa mempersilahkan manusia masuk, namun hanya jika aku dibuka. Dan terkadang aku membuat mereka terkurung di luar ketika mereka lupa membawa kunci atau karena mereka pulang terlalu malam."

Si keset terdiam. Ia sedikit tertarik ketika si pintu berkata bahwa ia dapat membuat manusia terkurung di luar. Ini aneh. Karena biasanya kata "terkurung" dipakai ketika terjebak dalam suatu ruangan kecil dan sempit. Sedangkan konteks terkurung yang dipakai si pintu adalah kebalikannya. Ini menunjukkan bahwa betapa manusia sudah sangat malas untuk berada di luar. Mereka lebih nyaman jika hanya diam di rumah saja.

"Tetapi engkau... Kenapa engkau tidak bahagia?"

"Ya. Mungkin engkau melihat aku bahagia. Tetapi sesungguhnya aku sedih. Jika aku bahagia, aku bahagia hanya untuk diriku saja. Dan ketika aku melihat dirimu, aku menjadi malu sendiri. Aku tak pantas untuk jadi bahagia di saat temanku berada dalam penderitaan. Aku tak pantas menertawai kondisinya yang buruk."

Si keset pun terdiam lagi. Kini ia menyadari penderitaan yang dialami si pintu. Berbeda dengan penderitaan yang dialami olehnya, si pintu merasakan penderitaan karena orang lain. Dan itu mungkin lebih menyakitkan rasanya.

"Dilahirkan sempurna tidak menjamin kebahagiaan. Aku sudah merasakannya."

Sejak itu si keset menyadari, betapa beruntungnya dirinya yang dilahirkan dengan apa adanya ini. Kesempurnaan memang menggoda dan itu dapat menyebabkan kita terbuai. Sedangkan keterbatasan lebih membuat kita terjaga untuk selalu berada dalam jalur yang benar.

Senin, 07 April 2008

Pilihan, Seleksi, dan Bertahan


Ada dua hal yang kusuka dari Charles Robert Darwin. Yang pertama adalah teorinya tentang seleksi alam dan yang kedua adalah jenggotnya yang lebat.

"Only the strongest survive," ujarnya.

Teorinya tentang seleksi alam membuat dunia terguncang. Semua orang memperdebatkannya. Bahkan hingga kini, nyaris dua abad setelah kelahirannya. Bagi Darwin hanya yang kuat yang dapat bertahan hidup. Seperti yang ia contohkan lewat jerapah-jerapah yang berleher panjang, yang menurutnya adalah suatu keunggulan dibanding 'saudaranya' yang berleher pendek. Karena itu membuat mereka mampu mendapatkan makanan untuk bertahan hidup sekalipun leher panjang itu juga membuat tampilan mereka terlihat aneh dan menjadikan mereka favorit di kebun binatang dan buku anak-anak.

Seleksi alam memang berlaku untuk kehidupan. Karena hidup secara tidak langsung berarti bersaing dengan manusia lain sesama spesies Homo sapiens.

Makhluk hidup yang berada dalam spesies yang sama merupakan pemegang relung yang sama. Kedudukan mereka setara dalam rantai makanan - kecuali kalau anda vegetarian dan saya omnivora, atau anda penyantap babi sementara saya adalah muslim yang taat - selebihnya semua sama.

Tidak hanya dalam rantai makanan. Manusia dengan manusia yang lain juga bersaing dalam soal mendapatkan kedudukan, mencari jodoh, mendapatkan tempat tinggal, sampai soal berebut kesenangan. Yang jelas semuanya berawal dari satu akar: usaha untuk bertahan hidup.

Dari masa ke masa bumi selalu dihuni semakin banyak manusia. Yang berarti semakin sedikit hutan dan lahan kosong akibat kebutuhan manusia akan lahan untuk tempat tinggal mereka. Dan berakibat terhadap semakin sedikitnya pohon-pohon dan hewan-hewan. Itu semua membuat bumi semakin tidak membutuhkan manusia atau lebih tepatnya bumi semakin membutuhkan jumlah populasi manusia berkurang. Itu adalah realitas. Kehadiran manusia di muka bumi ini cenderung membawa kerusakan di mana-mana. Hutan-hutan ditebang, hewan-hewan dieksploitasi, dan polusi ditebarkan di seluruh pelosok. Hampir semua temuan manusia yang mulanya ditujukan untuk memberikan kemudahan untuk manusia tersebut justru akhirnya lebih banyak membawa kehancuran. Kebanyakan dari temuan-temuan tersebut bersifat destruktif dan hanya sedikit saja konstruktif. Lihat saja apa yang dihasilkan oleh TNT, mesiu, plastik, pestisida, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu wajar jika bumi butuh pemangkasan jumlah manusia.

Mungkin akan banyak protes tentang ide soal pemangkasan jumlah manusia ini, terutama dari kalangan agamis, tetapi sebenarnya gelagat dunia sudah menuju ke arah itu. Untuk apa program keluarga berencana dilaksanakan kalau bukan untuk mengurangi jumlah manusia yang ada sekarang?

Mungkin kita yang sudah lahir di dunia ini tidak perlu khawatir tentang program KB itu, kecuali kalau kita masih berupa sperma kecil yang masih belum mencapai sel telur yang harus kita buahi. Tetapi kita yang sudah lahir ini punya beban untuk bertahan hidup.

Banyak ujian yang kita hadapi dalam kehidupan ini. Ujian yang sebenarnya lebih tepat jika dikatakan 'seleksi'. Tujuannya tentu adalah untuk mencari mereka yang terbaik dari seluruh calon yang tersedia. Untuk mencari mereka yang dapat menembus seleksi alam. Untuk mencari mereka yang mampu bertahan.

Inilah yang harus kita jalani. Kita hidup di dunia untuk bersaing. Kita hidup di dunia untuk bertahan hidup. Tukang koran dan Bill Gates tadinya mempunyai kesempatan yang sama sebelum mereka menentukan keputusan mereka masing-masing. Bill Gates memilih untuk menjadi salah satu dari orang-orang terkaya di dunia sementara tukang koran itu memilih untuk hidup lebih sederhana. Itu adalah pilihan mereka masing-masing.

Sekarang masalahnya hanya satu: apa pilihan kita? Menjadi yang tercepat? Menjadi yang terkuat? Atau menjadi yang terpintar? Yang jelas semuanya tidak akan terlepas dari ujian dan persaingan. Anda tidak dapat dikatakan yang terpintar jika anda adalah satu-satunya murid di kelas.

Kita hidup dalam ujian hidup. Kita bertahan dengan bersaing. Kita tidak punya pilihan selain berjuang dan menang. Sayangnya banyak manusia yang lebih memilih untuk kalah. Semoga kita tidak termasuk satu di antara mereka.

Sabtu, 05 April 2008

Renungan di Malam Hari

'Andai jendela waktu itu benar-benar ada itu akan sangat berguna bagiku.'

Aku ingin sesekali mengintip ke masa depan dan melihat aku yang di sana. Aku ingin tahu apa dampak dari segala keputusan yang telah kupilih, terutama yang kutetapkan pada tahun ini. Apakah itu memang yang terbaik untukku? Akankah semua yang kulakukan tahun ini mengantarkanku kepada kebahagiaan dan keberhasilan? Atau justru malah menenggelamkan aku ke dalam jurang kehancuran?

Sesekali aku ingin menengok. Apakah impianku akan berjalan seperti yang kurencanakan? Apakah semuanya sudah sesuai dengan yang kuinginkan?

Manusia memang tidak dapat melakukannya - setidaknya selama mesin waktu masih impian - oleh karena itu semuanya masih menjadi misteri. Ikhtiar bukan jaminan. Kerja keras bukan harga mati. Semuanya masih mungkin berubah dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Hidup memang misteri. Dan aku baru mulai merasakannya ketika aku menginjak usia tujuh belas tahun ini.

Hidup ini ternyata tidak mudah. Ada batas-batas yang tak tersentuh. Batas-batas yang merupakan daerah-Nya. Dan ketika kita butuh 'sesuatu' yang ada di luar batas-batas itu maka di situlah fungsi doa. Komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Tanpa perantara. Karena tidak ada istilah 'katalisator' dalam doa.

Manusia tidak boleh sombong, dan manusia tidak perlu sombong. Sombong hanyalah hak-Nya. Dan barangsiapa yang sombong maka ia melanggar hak-Nya.

'Aku ingin tahu seperti apa aku nanti.'

Sayangnya semuanya masih gelap. Semuanya masih samar. Semuanya belum terlihat. Tahun ini adalah tahun yang bersejarah bagiku. Pasti. Masa depanku tergantung pada tahun ini. Apa yang kulakukan pada tahun ini berakibat pada apa yang kudapatkan di sepanjang sisa hidupku. Dan aku masih belum tahu kelanjutan semua ini.

Aku tidak tahu. Sungguh, aku sama sekali tidak tahu. Namun aku harap semuanya akan baik-baik saja.

Ya Allah. Tolonglah aku. Tunjukkanlah aku jalan yang terbaik.

Awal Mula

Awalnya hari ini terasa seperti hari yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Aku juga tidak menduga kalau pada 'hari ini' aku akan menciptakan blog ini.

Kelahiran blog ini memang terkesan tidak disengaja. Tapi mungkin Tuhanlah yang menggiringku untuk melakukannya.

Sekarang mari kita lihat. Apa yang akan Tuhan lakukan padaku dan terhadap blog ini. Semoga itu adalah hal yang baik. Karena Ia selalu mempunyai rencana.


"You never know what will happen in the future."
-Anonymous
.

Yang Terlarang

Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...