Jumat, 27 Juni 2008

Permen Mint


Hari ini aku mendapatkan pelajaran berharga. Gurunya adalah permen mint.

Tiga orang berada dalam mobil itu. Ada tiga permen mint di sana. Dan kami bertiga langsung memakannya, masing-masing orang mendapat satu permen.

Aku kurang begitu suka dengan permen mint, walau aku sangat suka dengan permen. Tapi hari ini aku memutuskan untuk memakan permen itu.

Yang kurasakan pada saat permen itu pertama kali menyentuh permukaan lidahku adalah rasa manisnya. Sama seperti permen-permen lainnya, permen ini juga manis karena setiap permen harus manis. Pernah kujumpai permen rasa asam, tapi lidah tetap tidak bisa dibohongi, rasa manisnya tetap mendominasi.

Rasa mint memang selalu menjadi favorit di industri makanan. Berbagai produk es krim, permen, biskuit, selai, dan berbagai hal lainnya pernah mengeluarkan versi mint mereka masing-masing, walau kepopuleran mint masih kalah jauh dengan strawberi, vanila, dan cokelat yang lebih diminati.

Setelah cukup lama mengemut permen mint tersebut langsung kurasakan kelegaan yang membebaskan. Layaknya orang baru sembuh dari pilek, aku langsung bisa menghirup udara penuh dengan benar-benar lancar. Rasanya bagaikan surga baru pindah dari telapak kaki ibu ke tenggorokanku.

Tapi tidak dengan hidungku. Ia justru menderita.

Inilah kenapa aku kurang begitu suka dengan permen mint. Rasanya melegakan, tapi juga menyakitkan. Aliran udara yang masuk ke dalam tubuhku serasa mengalir sambil mengiris sesuatu -entah apa itu- dalam hidungku. Dan udara dingin kota Bandung membuatnya semakin bertambah parah. Ditambah dengan fakta bahwa aku sedang berada dalam mobil kecil yang menggunakan air conditioner, memaksaku menghisap entah berapa mili udara kering yang sangat menyiksa.

Tapi tetap saja sensasi lega yang diberikan permen mint, bukan mint, pada tenggorokanku mengalahkan rasa tak nyaman pada hidungku. Inilah keadilan. Inilah keseimbangan. Imbalan dan ganjaran.

Dan segalanya terjadi di muka bumi ini. Pada kehidupan ini.

Permen mint telah mengajariku cara untuk lebih memaknai hidup ini. Entah kenapa permen mint yang tadi. Padahal ini bukanlah hari pertamaku memakan permen mint.

Manis yang diberikan permen mint pada kecapan pertama di lidahmu sama saja dengan segala kenikmatan yang ada di kehidupan ini. Semuanya menggoda, tapi jangan selalu terbuai. Karena itu semua hanyalah kenikmatan artifisial.

Yang aslinya ada di suatu tempat. Di mana Tuhanmu juga berada di situ.

2 komentar:

Pepe mengatakan...

lagi di bangung ya mas? abis reg ulang? artifisial opo yo! lama amat kgk nge post-nye!

Mesin Kasir mengatakan...

Wah,info yang sangat membantu sekali,,,, dan blog yang menarik...

Yang Terlarang

Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...