Minggu, 15 Maret 2009

Catatan di Negeri Senja: Enam Bulan


Negeri Senja memang penuh dengan kejutan.

Sudah sekitar enam bulan kami bertahan di Negeri Senja. Makanan kami dapatkan dengan cara berburu. Akhir-akhir bahkan kami sudah mulai mencoba menanam ubi-ubian. Pohon di Negeri Senja cukup sedikit. Itu sempat menjadi masalah buat kami karena kami tidak bisa membangun tempat peristirahatan karenanya. Untungnya ada gua-gua besar yang terletak di pesisir yang letaknya membelakangi laut. Menjadikannya sedikit lebih aman karena ombak menjadi terhalang dan tidak bisa masuk.

Katanya kebutuhan primer manusia itu ada tiga: sandang, pangan, papan. Tinggal sandang yang belum kita bahas. Selama ini kita memang sedikit bermasalah dengan hal itu. Terkadang kami mencoba membuat pakaian dari kulit rusa yang kami buru. Tapi satu rusa hanya bisa menghasilkan dua pakaian saja. Terkadang tiga. Sedangkan jumlah kami cukup banyak. Dan rusa di Negeri Senja jarang sekali ditemukan. Kami juga pernah mencoba membuat pakaian dari dedaunan, cukup efektif walau sedikit rapuh. Akhirnya pakaian seadanya yang kita bawa itulah yang benar-benar menjadi pegangan kami.

Negeri Senja tidak seburuk yang kubayangkan. Memang di sini tidak bisa menonton televisi atau memakan makanan seenaknya. Tapi itu membuatmu lebih menikmati perjuangan dalam hidup.

Dan lama kelamaan--secara mengejutkan--aku merasa mulai mencintai Negeri Senja. Tidak. Aku memang sudah jatuh cinta dengan Negeri Senja.

Orang-orang yang ikut dengan kereta api ke Negeri Senja itu juga semuanya jauh lebih menyenangkan dari bayanganku sebelumnya. Awalnya aku mengira orang-orang yang pergi ke Negeri Senja itu adalah orang-orang yang sudah tidak punya semangat hidup sehingga mereka semua mencoba memalingkan diri dari kehidupan nyata dan beralih kepada kehidupan yang baru.

Total jumlah kami semua ada seratus enam orang. Penumpang lima gerbong kereta api menuju Negeri Senja. Hingga akhirnya benar-benar terdampar di Negeri Senja.

Di antara kami ada seorang pemimpin yang kami pilih secara aklamasi. Namanya Grot. Tapi itu bukan nama sebenarnya, nama aslinya Sigit. Memang banyak sekali orang yang memilih untuk mengganti nama mereka ketika di Negeri Senja. Alasan mereka bervariasi, tapi yang jelas semuanya seakan menunjukkan bahwa "ini adalah kehidupan baru kami, seharusnya kami juga meninggalkan segala sesuatu yang lama, termasuk nama". Aku sendiri memilih untuk menggunakan nama asliku.

Grot berasal dari daerah pinggiran ibukota. Rumahnya merupakan permukiman liar di pinggir suatu sungai. Dulu pekerjaannya adalah guru yang merangkap sekaligus sebagai tukang ojek dan tukang cukur rambut. Tiga pekerjaan ini dia ambil bukan karena dia gila bekerja atau karena dia mata duitan. Ini memang dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Maklumlah, dia punya delapan anak. Awalnya dia adalah seorang pria yang mencintai keluarganya dengan amat sangat. Tapi ketika istrinya ingin kawin lagi dan menuntut cerai semuanya menjadi berubah. Ia kecewa bukan main. Dan sialnya lagi hak asuh anaknya malah jatuh ke tangan mantan istrinya. Kasihan Grot. Makanya ia memutuskan untuk pergi ke Negeri Senja.

Grot badannya tinggi kekar. Tapi lemah di hadapan wanita. Sudah berkali-kali ia ditinggal wanita dan tidak berani melawan apa-apa. Tapi satu kelebihan utama dari Grot, ia adalah seorang pembaca situasi yang ulung. Hampir tiap keputusannya adalah memang jalan yang terbaik yang bisa dia ambil. Makanya kami semua merasa beruntung telah menjadikkannya sebagai pemimpin, atau Pengarah--begitu kami menyebutnya.

Grot selalu ramah kepada siapapun dan kenal baik dengan setiap orang. Ia juga punya satu kelebihan istimewa, ia dapat menghafal setiap detil kejadian dalam jangka waktu yang lama. Kemampuan ini diakuinya sudah dimilikinya sejak remaja.

Negeri Senja masih menyimpan banyak orang lagi, dengan keunikannya masing-masing. Dan mereka semua mencoba untuk bertahan hidup di alam ganas Negeri Senja.



*gambar diambil dari johnbokma.com

2 komentar:

Anonim mengatakan...

nih, novel ato crita buatan lo gaz?

.pp.

Ghazi Binarandi mengatakan...

penyamaran dari cerita nyata yg gw alamin sendiri

Yang Terlarang

Ini adalah kali pertama saya patah hati setelah sekian lama tidak. Kalau kemarin ada yang tanya kepada saya, apa rasanya sakit hati, akan sa...